Kamis, 19 Januari 2023
LEMBAGA PENGEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Munculnya hukum modern menuntut untuk diwujudkannya sumber atau landasan hukum yang formal di setiap negera sebagai rujukan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul. Begitu juga, hukum Islam yang sudah ada dalam bentuk syariat maupun fikih masih dituntut untuk diformulasikan dalam bentuk kodifikasi hukum atau undang-undang agar mempunyai kekuatan hukum yang bisa mengikat setiap orang yang berkaitan dengan hukum. Karena itu, di negara-negara Islam atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam bermunculan undang-undang untuk mengatur permasalahan hukum di negaranya masing-masing. Hal seperti ini juga terjadi di negara kita Indonesia. Kalau dilihat pelaksanaan hukum Islam di Indonesia, dapatlah dikatakan bahwa hukum Islam yang berlaku bagi umat Islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis dan hukum Islam yang berlaku secara normatif (Mohammad Daud ali, 1991: 75).
Untuk menegakkan hukum Islam yang bersifat formal yuridis, pemerintah Indonesia telah membuat peraturan perundang-undangan, seperti Undang-undang No. 5 Tahun 1946, PP. No, 45 Tahun 1957, Undang-undang No. 19 Tahun 1964, Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Undang-undang No. 7 Tahun 1989, dan Kompilasi Hukum Islam 1991. Dengan undang-undang atau peraturan seperti ini diharapkan permasalahan yang berkaitan dengan hukum Islam, khususnya masalah keperdataan, dapat diselesaikan secara formal yuridis. Dari beberapa undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa permasalahan hukum Islam yang menyangkut keperdataan haruslah diselesaikan melalui suatu lembaga yang disebut Peradilan Agama. Melalui lembaga inilah perkara-perkara itu diproses dan diselesaikan.
Secara umum, lembaga Islam memiliki beberapa fungsi pokok, diantaranya adalah :
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat muslim tentang bagaimana mereka harus bersikap dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dan berkembang di masyarakat, terutama kebutuhan yang menyangkut kebutuhan pokok.
2. Memberikan pegangan kepada masyarakat bersangkutan dalam melakukan pengendalian sosial menurut sistem tertentu yaitu sistem pengawasan tingkah laku para anggotanya.
3. Menjaga keutuhan masyarakat.
Dari beberapa fungsi yang melekat pada lembaga sosial tersebut di atas, jelas bahwa apabila seseorang hendak mempelajari dan memahami masyarakat tertentu, maka ia harus memperhatikan dengan seksama lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang bersangkutan. Negara Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku masyarakat yang ada di Indonesia, seyogyanya harus dipelajari dan di perhatikan dengan seksama mengenai lembaga-lembaga Islam yang mempengaruhi bahkan menentukan pola tingkah laku dan sikap hidup umat Islam.
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:
1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT.
2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah).
4. Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Mahfudz. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya.Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.
Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri.Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan.Oleh karena itu kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.
B. FUNGSI MAJELIS ULAMA INDONESIA
Fungsi dan peran utama MUI yaitu:
1. Sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya).
2. Sebagai pemberi fatwa (mufti).
3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Ri’ayat wa khadim al ummah).
4. Sebagai penegak amar ma'ruf nahi munkar.
C. HUBUNGAN MUI DENGAN PIHAK LUAR
Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi. Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam. Namun perlu ditegaskna bahwa kemandirian tidak berarti menghalangi Majelis Ulama Indonesia untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa dirinya hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam dimana dirinya menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidupberdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan bangsa.Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam).
D. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
1. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Arah Kiblat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) meralat fatwa No 03 Tahun 2010 tentang Kiblat. Arah kiblat yang sebelumnya disebutkan menghadap barat kini telah direvisi menjadi ke arah barat laut. Letak Indonesia tidak di timur pas Kabah tapi agak ke selatan, jadi arah kiblat kita juga tidak barat pas tapi agak miring yaitu arah barat laut.
Fatwa yang diralat tersebut adalah fatwa yang dikeluarkan MUI Tanggal 22 Maret 2010 lalu. Adapun diktum fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang Kiblat disebutkan:
1. Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Kabah adalah menghadap ke bangunan Kabah (ainul ka’bah).
2. Kiblat bagi orang yang salat dan tidak dapat melihat Kabah adalah arah Kabah (jihat al-Ka’bah).
3. Letak georafis Indonesia yang berada di bagian timur Kabah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat.
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Pengharaman Merokok
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa kontroversial. Melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III mengenai pengharaman merokok.Ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan dilakukan di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimanapun. Alasan pengharaman ini karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri. Merokok lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya (itsmuhu akbaru min naf`ihi).
Dengan fatwa ini, para ulama dan kiai pesantren terlibat dalam pro dan kontra. Beberapa guru besar agama Islam dan ulama termasuk pengurus MUI daerah menolak pengharaman itu. Bahkan, Institute For Social and Economic Studies (ISES) Indonesia menyelenggarakan pertemuan tandingan yang diikuti para ulama kontra fatwa MUI, para buruh perusahaan rokok, dan petani tembakau, di Padang Panjang. Mereka meminta pencabutan fatwa MUI tersebut, karena dikhawatirkan akan menghancurkan ekonomi masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada bisnis tembakau ini.
Dalam konteks itu, Ada beberapa hal yang perlu diketahui dan menjadi bahan pertimbangan:
Pertama, keharaman rokok tidak ditunjuk langsung oleh Alquran dan Hadits, melainkan merupakan hasil produk penalaran para pengurus MUI, sehingga bisa benar atau keliru. Dengan demikian, keharaman rokok tak sama dengan keharaman khamr. Jika haramnya meminum khamr bersifat manshushah (ditunjuk langsung oleh teks Alquran), maka keharaman merokok bersifat mustanbathah (hasil ijtihad para ulama). Menurut para ulama ushul fikih, kata haram biasanya digunakan untuk jenis larangan yang tegas disebut Alquran dan Hadits. Sementara larangan yang tak tegas, tak disebut haram melainkan makruh tahrim.
Kedua, yang menjadi causa hukumnya, menurut ulama MUI, merokok termasuk perbuatan yang mencelakakan diri sendiri. Rokok mengandung zat yang merusak tubuh. Dengan menggunakan mekanisme masalikul `illat dalam metode qiyas ushul fikih, alasan mencelakan diri sendiri tak memenuhi syarat dan kualifikasi sebagai illat al-hukm. Ia terlalu umum (ghair mundhabith). Sebab, sekiranya mencelakan diri sendiri ditetapkan sebagai causa hukum, maka semua barang yang potensial menghancurkan tubuh bisa diharamkan. Gula yang dikonsumsi dalam waktu lama bisa menimbulkan diabetes. Begitu juga makanan lain yang mengandung kolesterol tinggi bisa diharamkan karena akan menyebabkan timbulnya beragam penyakit. Karena itu, diperlukan keahlian sekaligus kehati-hatian dalam menentukan alasan hukum pengharaman sebuah tindakan. Para ahli ushul fikih sepakat bahwa causa hukum sebuah perkara, di samping ditetapkan nash Alquran dan Hadits, juga diputuskan oleh ulama yang telah memenuhi kualifikasi seorang mujtahid.
Ketiga, merumuskan hukum (istinbath al-hukm) dan menerapkan hukum (tathbiq al-hukm) adalah dua subyek yang berbeda. Jika perumusan hukum membutuhkan perlengkapan teknis-intelektual untuk menganalisa dalil-dalil normatif dalam Islam, maka menerapkan hukum memerlukan analisis sosial,ekonomi dan politik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Relevansi Penerapan Otonomi Daerah Saat Ini
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan mas...
Hukum islam dan eksistensinya
BalasHapusPentingnya pengaturan hukum islam di Indonesia atas banyaknya penduduk muslim
BalasHapus